Minggu, 06 Maret 2016

6 Alasan kenapa orang yang mencintaimu malah ninggalin kamu


Katanya cinta. Tapi kok malah berkemas dan meninggalkan seenaknya. Bagaimana bisa ‘pergi’ jadi bukti cinta?
Kali ini saya ingin mengungkapkan alasan bagi kamu yang masih selalu bertanya.Kenapa meninggalkan bisa jadi bukti kuatnya perasaan? Kenapa dia yang katanya mencintai kita justru lebih mudah mengakhiri hubungan?

1. Dia tidak pergi karena berhenti mencintaimu. Hidup hanya bergeser menuju sumbu yang baru
Sesekali hidup hanya harus bergeser ke sumbu baru.
Hidup yang sudah terlalu biasa dijalani berdua terkadang menyisakan lubang di dada. Jelas kamu mencintainya. Soal dia, kamu pun tak lagi bertanya. Kalian sudah sama-sama berkembang jadi 2 orang yang saling jatuh cinta.
Ketika dia meninggalkanmu bukan berarti dia berhenti mencintaimu. Sesekali hidup hanya bergeser menuju sumbu yang baru. Sayangnya kali ini tanpa dia di situ .

 2. Beberapa cinta tidak harus bertahan selamanya. Sesekali melepaskan adalah hal terbaik yang kalian punya
Keinginan untuk bertahan terkadang membutakan. Rasa ingin didampingi setiap waktu mengalahkan kesadaran untuk beringsut dari hubungan yang sudah tidak lagi baik untukmu. Rasa takut sepi membuatmu lupa bahwa hidup bukan cuma soal rasa hangat di dada. Hidup juga soal bagaimana kamu terus berkembang sebagai manusia.
Ada cinta yang mati-matian harus diperjuangkan. Cinta jenis ini adalah perasaan yang membuatmu memilih menutup mata dan terus berjalan mengalahkan semua tantangan. Sementara cinta yang menguatkan harus dipertahankan — cinta yang hanya menghalau rasa kesepian perlu dilepaskan.


Kamu sudah cukup bijak untuk tahu apa bedanya. Hatimu selalu tahu ini cinta yang mana.

3. Hubungan yang terlalu mengakar sering jadi penyebab hidup tidak berjalan. Ikhlaskan, ikhlaskan
Jangan salahkan dirimu karena merasa tidak pantas dicintai saat dia memilih pergi. Tidak. Barangkali dia masih mencintaimu sedalam itu. Hanya saja hubungan ini sudah terasa terlalu nyaman. Dan selalu ada yang mengerikan dari empuknya rasa nyaman.
Kamu dan dia harus keluar untuk berkembang. Seperti perjalanan yang mendewasakan, kalian baru bisa tumbuh setelah menggigil kedinginan. Setelah merasakan kesepian. Setelah tahu rasanya ditinggalkan.

4. Jangan tertawa. Tapi pergi memang bisa jadi bukti cinta. Dia memilih pergi agar kamu tahu hidup bisa berjalan tanpanya
“Kamu sekuat itu. Kamu pasti baik-baik saja walau tanpa aku.”
Pernyataannya sempat membuatmu ingin membawa kepalan tanganmu ke mukanya. Kamu mencintainya. Selama ini dia sudah jadi sumbu dunia. Bagaimana bisa kamu berjalan, kuat, waras, tanpa dia?
Ini memang akan terdengar klise sekali. Namun pergi juga bisa jadi bukti cinta, sesekali. Dia memilih pergi bukan karena kehabisan rasa. Malah dia ingin membuktikan bahwa hidup bisa berjalan baik-baik saja tanpanya. Dia hanya mau kamu juga percaya.

5. Bukankah lebih baik pergi saat masih cinta? Agar ada hal-hal baik yang masih bisa dirayakan di kepala
Jelas sakit akan ada. Untuk beberapa saat kamu harus tidur dengan lubang menganga di dada. Memeluk diri sendiri jadi satu-satunya cara agar kamu bisa tidur setelah membasahi bantal dengan air mata. Namun pergi saat masih cinta jauh lebih baik dibanding pergi saat sudah tidak ada lagi rasa yang tersisa.
Paling tidak, rasa cinta yang ada membuatmu bisa merayakan hal-hal baik di kepala. Kamu masih bisa membayangkan bagaimana senyumnya, bagaimana rasanya dipeluk selepas hari panjang, bagaimana menceritakan kesuksesanmu padanya membuatmu merasa seperti pemenang.
Rasa yang masih tersisa membuatmu mampu menghargainya dengan tulus. Dia memang pergi. Tapi selalu ada hal dari dirinya yang membuatmu bersyukur dia pernah ada di sisi.

6. Kamu tidak pernah tahu betapa dia sebetulnya cinta. Dia memilih pergi sebab jadi orang yang meninggalkan selalu menimbulkan lebih banyak luka
“Kamu enak bisa pergi. Lah, aku di sini?”
“Sayang, tidak tahukah kamu kalau aku lebih berdarah-darah dalam hati?”
Sebagai orang yang ditinggalkan kamu selalu punya kesempatan untuk menyalahkan. Lantang mengutuk keadaan. Memposting semua perasaan lewat sosial media agar dia tersindir dan tersadar.
Walau sakit, posisi jadi pesakitan ini jauh lebih ringan dibanding dia yang mengambil keputusan. Seumur hidup dia akan menanggung perasaan bersalah pernah meninggalkan. Seumur hidup dia harus berdamai dengan pertanyaan, “Kenapa? Benarkah langkahku sudah meninggalkannya?”
Dia memang meninggalkanmu. Kamu hanya sering kurang peka betapa dia mencintaimu.
Kenapa dia yang katanya mencintai lebih sering pergi? Kenapa bertahan dia lupakan dan lebih memilih meninggalkan?


Ah, beberapa perasaan memang hanya harus diterima. Sesekali kita perlu berhenti bertanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar